Pendalaman kasus itu juga dinilai menjadi cermin dari buruknya tata kelola pelayaran sungai di Kaltim.
Jalur sungai yang padat oleh aktivitas tambang batu bara seringkali tidak diimbangi dengan pengawasan yang ketat.
“Kejadian ini sudah bukan yang pertama. Pertanyaannya, kenapa bisa berulang? Ini yang sedang kami telusuri secara serius,” ungkap Toni.
Kejati Kaltim memastikan bahwa proses pendalaman tidak akan berhenti pada level teknis saja.
Toni menyebut bahwa pihaknya membuka kemungkinan untuk menyelidiki lebih jauh rantai tanggung jawab kelembagaan, termasuk pihak-pihak yang seharusnya mengatur jalur pelayaran seperti KSOP dan Pelindo, memastikan izin berlayar, serta menegakkan aturan keselamatan.
“Kami ingin ada titik terang dan keadilan ditegakkan. Jangan sampai ini hanya menjadi berita sesaat tanpa ujung,” ujarnya.
Kejati Kaltim belum merinci siapa saja pihak yang sudah dimintai keterangan, namun memastikan bahwa semua elemen yang terlibat baik dari operator kapal, regulator pelayaran, hingga dinas teknis terkait akan diperiksa.
“Dalam waktu tidak terlalu lama, Tim akan menyampaikan hasilnya secara terbuka," katanya.
Sebelumnya, Jembatan Mahakam l Samarinda, mengalami insiden tabrakan oleh kapal tongkang batu bara, jenis BG AZAMARA 3035, yang ditarik oleh kapal TB Liberty 7, yang hanyut dan menyenggol tiang utama atau fender, pada Sabtu (26/4/2025) malam.
Tongkang yang hanyut itu sempat menyenggol pilar nomor 2 Jembatan Mahakam Lama dari arah Samarinda Seberang.
Untungnya, tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, meski kerugian materiil masih dalam tahap pendataan.
Dari sisi politik, Ketua Fraksi Golkar DPRD Kaltim, Muhammad Husni Fahruddin, pun geleng-geleng kepala atas insiden penabrakan itu.
Politikus partai Golkar itu menilai pihak yang seharusnya bertanggung jawab sejak awal adalah Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), serta Pelindo.
Tag