Bagi Salma, salah satu tugas yang paling menantang adalah menjadi salah satu driver utama dalam menjembatani lebih dari 60 NGO untuk sama-sama memberikan masukan terhadap dokumen komitmen iklim Indonesia, supaya berlandaskan prinsip-prinsip keadilan iklim, termasuk mengakomodasi kebutuhan spesifik dari kelompok rentan.
“Tantangan utama dalam membangun kolaborasi tersebut adalah menjadi fasilitator bagi pandangan dan ideologi NGO yang berbeda-beda dan bagaimana mengakomodasi setiap pandangan yang berbeda itu, supaya NGO di Indonesia bisa mengeluarkan pandangan bersama soal keadilan iklim, seperti apa yang ingin dicapai,” kata Salma.

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 2,6 juta hektar di Sumatera, adalah tempat terakhir di dunia bagi empat spesies kunci (orang utan sumatera, harimau sumatera, gajah sumatera, dan badak sumatera) hidup berdampingan di alam liar.
Sayangnya, keempat spesies ini sekarang diklasifikasikan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai Sangat Terancam Punah.
Leuser bukan hanya rumah bagi keanekaragaman hayati yang kaya, tetapi juga salah satu paru-paru dunia yang menjaga iklim global. KEL merupakan sumber kehidupan bagi 5 juta orang di Aceh dan Sumatera Utara, yang menyediakan air bersih dan udara segar. Kawasan ini bukan hanya aset nasional Indonesia, melainkan juga warisan dunia yang harus dilindungi.
Menurut Raja, KEL menghadapi berbagai ancaman besar, termasuk deforestasi, konsesi lahan, pertambangan, penebangan liar, perburuan dan perdagangan satwa liar, serta fragmentasi habitat.
“Kami mendesak pemerintah melalui kerja-kerja kampanye dan advokasi agar mengambil tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan kehutanan dan satwa liar, serta meningkatkan upaya penegakan hukum yang efektif. Selain itu, kami meningkatkan kesadaran publik terkait pentingnya peran KEL dan Upaya perlindungan,” kata Raja.
Tak hanya advokasi, Raja juga mendorong masuknya muatan lokal dalam kurikulum tentang pendidikan lingkungan dan KEL bagi SMA dan SMK di Provinsi Aceh dan telah diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Aceh.
Raja dan timnya juga membina kolaborasi dengan mengadakan pelatihan, kunjungan lapangan, dan mensosialisasikan kepada lebih dari 900 guru sekolah menengah di seluruh Aceh.
Menariknya, mereka pun mengadakan kompetisi bagi siswa untuk melahirkan pikiran yang kritis terhadap isu lingkungan.
Untuk lebih menarik generasi muda, Raja merancang kampanye kreatif Bu-Moe Fest untuk menentang perburuan dan perdagangan satwa liar ilegal melalui kegiatan seni festival.
Dalam kegiatan ini, ia bekerja sama dengan lebih dari 40 komunitas anak muda, jurnalis, LSM, dan organisasi mahasiswa.
Berawal dari Gerakan Menoken di wilayah adat Mamta, Kabupaten Jayapura, Naomi aktif dan belajar memahami pengembangan ekonomi berbasis masyarakat, khususnya masyarakat adat dan komunitas lokal.
Sebuah filosofi diangkat dalam Gerakan Menoken, yakni filosofi noken, yang mengandung nilai kelenturan yang berarti fleksibilitas, kerahiman yang berarti kasih, serta kekerabatan.
Gerakan Menoken memiliki tiga fokus kegiatan, yakni menanam, memulihkan tanah dan air, serta mengembangkan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA).
Naomi berpendapat, masalah lingkungan akan muncul bersama dengan masalah ekonomi. Itulah kenapa gerakan menoken tak hanya berusaha mengembalikan kelestarian lingkungan, tetapi juga berupaya mengembangkan ekonomi masyarakat.
“Tuntutan ekonomi karena perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup mengakibatkan bertambahnya kebutuhan ekonomi. Saat menjual hasil kebun atau hasil buruan tidak bisa menutup kebutuhan, maka tawaran konversi lahan dengan kompensasi tertentu akan dipilih oleh sebagian dari anggota komunitas adat," jelasnya.
Ia juga menemukan masalah dalam literasi keuangan. Saat mendampingi pengembangan BUMMA, ia menemukan bahwa banyak akar masalah bersumber dari kurangnya kemampuan menghitung.
“Banyak dari komunitas adat yang belum mampu mengkonversi harta tanah ulayat, hutan, dan sungai, menjadi aset yang mampu memberikan penghidupan jangka panjang. Jika aset tersebut dijaga dan dikelola dengan bijak bisa lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengelolaan masif dalam jangka waktu yang pendek,” kata Naomi, yang juga mengembangkan noken, tas tradisional Papua dari serat kayu, bersama kelompok mama-mama Noken di Namblong.
Naomi juga gencar mempromosikan ekowisata di Papua bersama Isyo Hills dan BUMMA Namblong, tepatnya di distrik Nimbokrang dan Nimboran, Kabupaten Jayapura.
Ekowisata itu berupa birdwatching dan wildlife tour untuk mengamati burung khas Papua dan satwa endemik lain, seperti kanguru pohon, kupu-kupu, soa-soa, dan kus-kus.
“Kami sedang mempersiapkan kegiatan sungai, seperti kayak dengan rakit bambu dan olahraga air, seperti standing paddle board.” (pra)
Tag