ARUSBAWAH.CO - Suasana politik di Korea Selatan (Korsel) menuju titik didih antara legislatif dan eksekutif di negara itu, usai adanya pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.
Pemakzulan Yoon Suk Yeol ini hanya tinggal menunggu adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Korsel untuk mengesahkan atau menolak proses pemakzulan.
Di pihak legislatif, dari 300 anggota parlemen di Korsel, sebanyak 204 anggota dewan setuju dilakukannya pemakzulan, sementara angka yang menolak cenderung sedikit dengan hanya 85 suara. Sementara 3 suara dianggap abstain dan 8 suara tidak sah.
Lantas, bagaimana kejadian sebelumnya hingga akhirnya Presiden Yoon Suk Yeol akhirnya dimakzulkan oleh partner kerjanya di kedewanan alias Majelis Nasional Korsel itu?
Tim redaksi Arusbawah.co, ulas informasi terkait soal ini, mencakup soal Dekrit Militer, susunan anggota partai politik di Majelis Nasional Korsel, hingga soal sosok Menhan yang dinilai menjadi pembisik Yoon Suk Yeol hingga akhirnya dia dilengserkan oleh dominasi dewan.
Kondisi di Korsel mulai memanas sejak beberapa waktu lalu.
Puncaknya, terjadi di Desember 2024.
Ada beberapa kejadian yang menghangat di Korsel sebelum akhirnya diberlakukan Dekrit Militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol.
Kebuntuan legislasi Rancangan Undang-Undang Anggaran Negara, isu soal penyelidikan anggota kabinet di kepemimpinan Yoon Suk Yeol hingga soal istri sang presiden, Kim Keon Hee yang diduga terlibat 'skandal tas mewah'.
Kondisi ini makin memanas sejak awal Desember 2024 dengan adanya agenda Dekrit Presiden yang disiapkan akan dikeluarkan oleh Presiden Yoon Suk Yeol.
Agenda itu akhirnya benar terjadi pada Selasa (03/12/2024) pukul 23.00 waktu setempat. Disiarkan di televisi nasional, Presiden Yoon Suk Yeol umumkan dilaksanakannya Dekrit Militer.
Dasar keputusan itu diambil adalah dengan alasan melindungi negara dari kekuatan "anti-negara" yang bersimpati pada Korea Utara (Korut).
Situasi ini sempat membuat Korsel mencekam dengan langkah-langkah yang dilakukan pihak militer.
Ada 6 poin besar yang membuat kalangan masyarakat dan civil society di Korsel, jengah dengan adanya Dekrit Militer itu. Dekrit itu mengatur beberapa hal:
1. Semua kegiatan politik, termasuk kegiatan Majelis Nasional, dewan lokal, partai politik, dan persatuan politik, rapat umum dan unjuk rasa, dilarang.
2. Semua tindakan yang mengingkari atau berupaya menggulingkan sistem demokrasi bebas dilarang. Penyebaran berita palsu, manipulasi pendapat umum, dan propaganda palsu dilarang.
Tag