ARUSBAWAH.CO - Pada Senin (5/5/2025), DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar rapat gabungan lintas komisi guna membahas perkembangan penanganan kasus perusakan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) yang mencuat dalam dua bulan terakhir.
Rapat yang dilangsungkan di Gedung Utama E DPRD Kaltim, dihadiri pihak Komisi I hingga IV serta perwakilan dari sepuluh instansi terkait.
Tujuannya, mencari solusi konkret, menetapkan pihak yang harus bertanggung jawab, dan mempercepat proses penegakan hukum.
Ketua dan Sekretaris Komisi IV bersama Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, menjadi penggerak utama forum diskusi tersebut.
Dalam forum itu, anggota Komisi I, Didik Agung Eko Wahono, menyoroti adanya konsesi yang diduga kuat terlibat dalam aktivitas di kawasan KHDTK. Salah satunya adalah KSU Pumma, yang disebut memiliki wilayah konsesi di area tersebut.
“Jika melihat bukti dan keterangan ahli, seharusnya pelaku bisa segera diketahui. Tapi untuk detailnya, kita serahkan kepada penegak hukum,” kata Didik.
Sementara itu, Ketua Komisi II, Sabaruddin Panrecalle, menekankan pentingnya penindakan nyata terhadap pelanggaran. Ia mengapresiasi langkah kepolisian dan Gakkum KLHK, namun mendorong agar tindakan pidana juga menyasar unsur penyerobotan lahan agar memberikan efek jera.
“Kita juga dorong pembentukan tim kecil pengawasan bersama aparat hukum, kejaksaan, hingga KSOP agar aktivitas tambang ilegal dan pelabuhan ilegal bisa dicegah sejak awal,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III, Akhmed Reza Fachlevi, menyampaikan perlunya peta tambang provinsi yang terintegrasi agar persoalan seperti ini tidak berulang. Ia juga menegaskan bahwa langkah hukum sudah berjalan, dan kini saatnya DPRD fokus mencari solusi jangka panjang.
Sekretaris Komisi IV, M. Darlis, menyuarakan perlunya percepatan dalam proses pidana. Ia menyarankan pembentukan tim terpadu untuk tidak hanya menangani KHDTK Unmul, tetapi juga pengawasan kawasan hutan lainnya di Kaltim.
“Kita menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum. Publik juga menanti siapa pihak yang benar-benar bertanggung jawab atas kerusakan 3,26 hektar hutan pendidikan itu,” tegas Darlis.
Ia turut merekomendasikan agar Kementerian ESDM tidak lagi mengeluarkan izin baru kepada pihak-pihak yang telah terbukti melewati batas wilayah konsesi, termasuk KSU Pumma jika terbukti terlibat.
Darlis juga mendorong pihak Universitas Mulawarman untuk melakukan valuasi ekonomi agar kerugian akibat perusakan bisa dihitung secara objektif, serta meminta Pemerintah Provinsi Kaltim memberikan dukungan sarana pengamanan seperti kendaraan patroli di KHDTK Unmul.
“Kerusakan ini bukan hanya merusak alam, tapi mencoreng dunia pendidikan kita. Langkah nyata dan koordinasi kuat dari seluruh pihak sangat dibutuhkan agar kejadian serupa tak terulang,” pungkasnya.
Sementara itu, Leonardo Gultom, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, mengatakan bahwa proses hukum masih berjalan.
“Kami sudah kumpulkan bahan keterangan sejak tanggal 8 sampai 14 April 2025,” ucap Leonardo saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut.
Ia menjelaskan, bahan keterangan itu dikumpulkan dari berbagai pihak yang terkait dengan aktivitas tambang ilegal di KHDTK.
Selain itu, ada saksi dari kalangan mahasiswa, pengelola hutan, hingga pihak perusahaan.
“Setelah itu, hasilnya kami gelar bersama Polda dan Mabes Polri. Disepakati bahwa perkara ini layak naik ke tahap penyidikan,” ujar Leonardo.
Ia menyebut Sprindik sudah diterbitkan pada 28 April lalu.
Ia menambahkan ada 3 mahasiswa Unmul yang sudah dipanggil untuk memberi keterangan.
Tak hanya itu, 2 orang dari pihak pengelola KHDTK juga ikut dimintai penjelasan.
Dari pihak perusahaan, penyidik memanggil 5 orang dari PT KSU Pumma.
Termasuk di antaranya 1 orang kuasa hukum KSU Pumma, 2 karyawan kantor, dan 2 operator alat berat dari KSU.
“Penyidik juga sedang melakukan analisa uji forensik. Kami telusuri alat-alat berat yang kemungkinan dipakai untuk membuka areal tambang itu,” lanjut Leonardo.
Kemudian, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim, KBP Juda Nusa Putra, menyebut kendala serupa.
Menurut dia, dari keterangan mahasiswa yang memberikan rekaman video, aktivitas tambang diduga kuat dilakukan oleh PT KSU Pumma. Namun itu belum cukup. (adv)