Arus Terkini

Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Ditangkap! 

Rabu, 15 Januari 2025 3:22

Kolase foto Menhan Korsel Kim Yong-hyun, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dan Pimpinan Partai Oposisi di Majelis Nasional Korsel Lee Jae-myung/ kolase oleh arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO - Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol ditangkap, Rabu (15/1/2025) waktu setempat.

Penangkapan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol itu dilakukan pihak berwenang setempat usai kasusnya yakni penetapan Dekrit Militer.

Surat penangkapan untuk Yoon Suk Yeol itu juga sudah diterbitkan.

"Surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol hari ini (15 Januari) pukul 10.33 waktu setempat," ujar penyidik yang menangani kasus Yoon Suk Yeol dilansir AFP, Rabu (15/1/2025).

Tim redaksi Arusbawah.co, ulas informasi terkait soal ini, mencakup soal Dekrit Militer, susunan anggota partai politik di Majelis Nasional Korsel, hingga soal sosok Menhan yang dinilai menjadi pembisik Yoon Suk Yeol hingga akhirnya dia dilengserkan oleh dominasi dewan.

Kondisi di Korsel mulai memanas sejak beberapa waktu lalu.

Puncaknya, terjadi di Desember 2024.

Ada beberapa kejadian yang menghangat di Korsel sebelum akhirnya diberlakukan Dekrit Militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol.

Kebuntuan legislasi Rancangan Undang-Undang Anggaran Negara, isu soal penyelidikan anggota kabinet di kepemimpinan Yoon Suk Yeol hingga soal istri sang presiden, Kim Keon Hee yang diduga terlibat ‘skandal tas mewah’.

Kondisi ini makin memanas sejak awal Desember 2024 dengan adanya agenda Dekrit Presiden yang disiapkan akan dikeluarkan oleh Presiden Yoon Suk Yeol.

Agenda itu akhirnya benar terjadi pada Selasa (03/12/2024) pukul 23.00 waktu setempat. Disiarkan di televisi nasional, Presiden Yoon Suk Yeol umumkan dilaksanakannya Dekrit Militer.

Dasar keputusan itu diambil adalah dengan alasan melindungi negara dari kekuatan “anti-negara” yang bersimpati pada Korea Utara (Korut).

Situasi ini sempat membuat Korsel mencekam dengan langkah-langkah yang dilakukan pihak militer.

Ada 6 poin besar yang membuat kalangan masyarakat dan civil society di Korsel, jengah dengan adanya Dekrit Militer itu. Dekrit itu mengatur beberapa hal:

1. Semua kegiatan politik, termasuk kegiatan Majelis Nasional, dewan lokal, partai politik, dan persatuan politik, rapat umum dan unjuk rasa, dilarang.

2. Semua tindakan yang mengingkari atau berupaya menggulingkan sistem demokrasi bebas dilarang. Penyebaran berita palsu, manipulasi pendapat umum, dan propaganda palsu dilarang.

3. Semua media dan publikasi tunduk terhadap kendali Komando Darurat Militer.

4. Pemogokan, penghentian kerja, dan rapat umum yang memicu kekacauan sosial dilarang.

5. Dokter magang dan semua tenaga medis lainnya yang sedang mogok atau telah meninggalkan tempat kerja mereka harus kembali ke posisi mereka dalam jangka waktu 48 jam dan bekerja dengan setia. Mereka yang melanggar perintah akan menghadapi hukuman sesuai dengan Undang-Undang Darurat Militer.

6. Warga negara biasa tak bersalah yang tidak termasuk pasukan antinegara dan kekuatan subversif lainnya akan dikenakan tindakan untuk meminimalkan ketidaknyamanan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Pelanggar dari Dekrit Militer ini dapat ditangkap, ditahan, dan digeledah tanpa surat perintah sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Darurat Militer (Kewenangan Tindakan Khusus Komandan Darurat Militer) serta akan dihukum sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Darurat Militer).

Pentolan partai oposisi di Korsel tak mau mau hanya tidur di situasi mencekam tengah malam usai diumumkannya Dekrit Militer itu.

Pimpinan oposisi dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, menayangkan siaran langsung lewat Instagram.

Ia meminta rakyat untuk hadir di gedung Majelis Nasional dan menggelar demonstrasi di sana. Pun demikian dengan kolega anggota dewan yang berjumlah 300 orang, diminta memberikan sikap dengan datang langsung ke Majelis Nasional.

Dari sanalah kemudian angin berubah. Gejolak masyarakat ditambah berpalingnya pendukung Yoon Suk Yeol dari Partai Kekuatan Rakyat

yang lebih memilih opsi oposisi, membuat posisi sang presiden goyah.

Dari rapat parlemen mendadak yang digelar selang beberap jam dari diumumkannya Dekrit Militer itu, Ketua Majelis Nasional Woo Won-sik mengajukan resolusi agar darurat militer dicabut.

Berlanjut, suasana kembali memanas hingga pada Sabtu (14/12/2024), Majelis Nasional menyetujui mosi pemakzulan dengan suara mayoritas. Dari total 300 anggota parlemen, 204 suara mendukung pemakzulan, sementara 85 menolak, 3 abstain dan 8 suara tidak sah.

Pada 10 April 2024 lalu, Pileg di Korsel digelar.

Hasilnya, partai oposisi, Demokrat memenangkan mayoritas kursi di parlemen.

Partai Demokrat meraih 175 kursi, lebih banyak dibandingkan 108 kursi yang dimiliki Partai Kekuatan Rakyat.

Dua parpol inilah yang mendominasi parlemen di Majelis Nasional Korsel.

Partai lainnya, di luar Demokrat dan Partai Kekuatan Rakyat hanya memiliki kursi tak lebih dari 12.

Komposisi kursi di Majelis Nasional Korea Selatan (Korsel)/ CSIS

.

Kebijakan dalam negeri Presiden Yoon sering kali menghadapi tentangan keras dari Majelis Nasional, yang sebagian besar dikendalikan oleh oposisi progresif (Partai Demokrat), yang menguasai sekitar 60 persen kursi.

Hingga awal 2024 lalu, hanya 29,2 persen dari rancangan undang-undang yang diajukan ke Majelis Nasional telah disahkan, jauh lebih sedikit dari tingkat pengesahan sebesar 61,4 persen di bawah pemerintahan sebelumnya.

Menteri Pertahanan (Menhan) Korsel, Kim Yong-hyun diduga sebagai pihak yang mengusulkan darurat militer kepada sang presiden.

Ini sebagaimana dilaporkan The Korea Times, kantor pemberitaan berpengaruh di Negeri Gingseng itu.

Dilaporkan bahwa rekomendasi Perdana Menteri Han Duck-soo dikesampingkan dalam pengambilan keputusan untuk Dekrit Militer.

The Korea Times menulis bahwa keputusan Dekrit Militer dilakukan setelah adanya komunikasi langsung antara Presiden Yoon dan menteri pertahanannya Kim Yong-hyun.

Keduanya disebut sebagai “faksi Chungam” karena Kim merupakan kakak kelas Yoon di Sekolah Menengah Chungam di Seoul.

Kementerian Pertahanan kemudian mengidentifikasi Kim sebagai orang yang mengusulkan deklarasi tersebut kepada Yoon selama rapat kabinet pada tanggal 3 Desember.

Pada pertemuan tersebut, yang berlangsung sesaat sebelum pengumuman resmi darurat militer, mayoritas dari 19 anggotanya “sangat menentang” keputusan tersebut tetapi diabaikan oleh Yoon. (pra)

Tag

MORE