Arus Terkini

Gugatan AFF Sembiring untuk PJ Gubernur Kaltim Ditolak PTUN Samarinda, Kuasa Hukum Ajukan Banding 

Kamis, 3 Oktober 2024 9:55

Kolase foto Akmal Malik dan AFF Sembiring/ arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda akhirnya memutuskan menolak gugatan Arif Franantan Filipus Sembiring yang mengajukan keberatan atas mutasi jabatannya. Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (2/10/2024).

Majelis Hakim menegaskan bahwa mutasi yang dilakukan Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik, sah secara hukum.

Perkara dengan nomor 22/G/2024/PTUN.SMD ini berakhir dengan kemenangan di pihak Akmal Malik.

Majelis hakim yang diketuai oleh A. Taufik Kurniawan menyatakan bahwa gugatan yang diajukan Sembiring tidak dapat diterima. Sebagai konsekuensi, Sembiring juga diminta membayar biaya perkara sebesar Rp412.000.

“Eksepsi tergugat ditolak seluruhnya, dan dalam pokok perkara, gugatan juga ditolak sepenuhnya,” tegas hakim ketua saat membacakan putusan.

Terkait keputusan majelis hakim ini, Pj Gubernur Akmal Malik sampaikan bahwa dirinya melakukan kebijakan mutasi didasari beberapa hal.

Di antaranya, UU 30/2014, PP 11/2017, dan Surat Edaran Menteri PAN Nomor 19 Tahun 2023.

“Semua langkah dan prosedur dalam mutasi ini telah melalui proses yang benar, mulai dari konsultasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), mendapat persetujuan teknis dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), hingga persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri,” jelas Akmal Malik.

Dikatakan Akmal, bertujuan untuk mempercepat kinerja organisasi dan meningkatkan efisiensi. Selain itu, mutasi juga menjadi bagian dari strategi pengembangan karier pejabat, termasuk Arif Franantan Filipus Sembiring, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP).

“Kinerja Bapak Sembiring selama menjadi Kasatpol PP sangat baik. Oleh karena itu, mutasi ini juga memberi kesempatan baginya untuk berkembang di posisi lain yang sesuai dengan kompetensi dan pengalaman,” ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum penggugat, Nason Nadeak, menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan tersebut.

Ia menegaskan bahwa keputusan majelis hakim terasa sangat berat untuk diterima.

“Ini bukan soal kalah atau menang, tapi persoalan keadilan,” ujar Nason saat diwawancarai melalui telepon pada Kamis, (3/10/2024).

Nason menjelaskan, selama persidangan telah terbukti bahwa Surat Keputusan (SK) mutasi tidak diberikan kepada penggugat sesuai aturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.

Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa SK mutasi harus diberikan kepada yang bersangkutan paling lambat lima hari setelah ditetapkan.

“Artinya berdasarkan itu saja sudah pembuatan pelaksana mutasi itu sudah melanggar dengan aturan, jadi ko bisa guggatan itu ditolak, aneh menurut saya. apa itu karena kuasa tidak tahu juga ya, kuasa jabatan gitukan,” ungkapnya.

Nason juga menyoroti kejanggalan lainnya, yakni waktu yang terlalu singkat antara persetujuan mutasi dari Kemendagri dan pelaksanaannya.

Menurutnya, persetujuan mutasi baru diberikan pada 20 Maret 2024, namun SK mutasi langsung dikeluarkan keesokan harinya, pada 21 Maret 2024.

Bahkan, pelantikan pejabat mutasi dilaksanakan di hari yang sama, sehingga Nason mempertanyakan kesiapan dan perencanaan proses mutasi tersebut.

“Mutasi seharusnya direncanakan dengan baik, tidak mungkin semuanya bisa terjadi hanya dalam satu hari,” tambahnya.

Lebih lanjut, Nason menilai bahwa alasan mutasi yang didasarkan pada Surat Edaran Menpan Nomor 19 Tahun 2023 juga tidak relevan.

Menurutnya, aturan tersebut menyebutkan bahwa pejabat yang dimutasi harus menduduki jabatan minimal selama dua tahun, sedangkan penggugat baru menjabat selama 1 tahun 7 bulan.

Ia juga menegaskan bahwa mutasi bisa dilakukan sebelum batas waktu dua tahun hanya jika pejabat yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum atau administratif, yang menurutnya tidak terjadi dalam kasus kliennya.

“Penilaian dari Pj Gubernur bahkan menunjukkan bahwa klien saya memiliki kinerja yang baik, jadi apa dasar mereka untuk melakukan mutasi?” pungkasnya.

Kuasa Hukum, Nason Nadek, melontarkan kritik tajam terhadap Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda setelah gugatan kliennya ditolak.

Menurut Nason, PTUN Samarinda seharusnya berfungsi sebagai pelindung bagi masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) dari tindakan pejabat publik yang sewenang-wenang. Namun, putusan yang diambil majelis hakim dalam kasus mutasi kliennya dinilai tidak mencerminkan perlindungan tersebut.

PTUN Samarinda tidak lagi memberikan perlindungan terhadap nasib masyarakat dan ASN, padahal tujuan awal pendiriannya adalah untuk menjadi wadah bagi mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan pejabat publik,” ungkap Nason saat diwawancarai melalui telepon pada Kamis, (3/10/2024).

Nason menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam dan berencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut, sesuai Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Menurutnya, banyak kejanggalan dalam proses mutasi yang dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Timur. Salah satu yang paling mencolok adalah tidak diberikannya Surat Keputusan (SK) mutasi kepada kliennya, yang seharusnya menjadi syarat sah pelantikan.

“Saya akan menempuh upaya hukum banding. Keputusan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimana mungkin ada SK mutasi tapi tidak diberikan kepada yang bersangkutan? Seharusnya, tanpa adanya SK tersebut, pelantikan tidak boleh dilakukan,” jelas Nason.

Gugatan itu akan dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara.

"Paling lambat 14 hari setelah putusan dicapkan," kata Nason. (ale)

Tag

MORE