Arus Publik

Gema 20 Tuntutan di Hari Buruh, Buruh Samarinda Desak Cabut UU Cipta Kerja dan Hentikan Sistem Kerja Paksa Gaya Baru

Potret Aksi Demonstrasi di Halaman Kantor Gubernur kaltim dalam Rangka Peringatan Hari buruh Internasional/Irwan-Arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO - Peringatan Hari Buruh Internasional, Kamis (1/5/2025), dimanfaatkan oleh sekelompok buruh dan mahasiswa di Samarinda untuk menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami. 

Di bawah terik matahari sejak pukul 10.00 Wita, mereka berkumpul dan berorasi di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur

Suara mereka lantang untuk mencabut Omnibus Law dan hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing.

Aksi tersebut dipimpin oleh Komite Rakyat Berlawan, gabungan aktivis buruh dan mahasiswa yang menilai sistem ekonomi saat ini hanya menguntungkan segelintir orang. 

“Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa upah riil buruh menurun, PHK massal terjadi, dan sektor manufaktur melemah. Ini bukan kebetulan, ini akibat dari kebijakan yang menyudutkan kelas pekerja,” ujar Iqbal Al Fiqri perwakilan Komite Rakyat Berlawan.

Dalam keterangannya, Iqbal menegaskan Hari Buruh tidak boleh hanya dijadikan seremoni tahunan. 

“Ini momen pengingat bahwa kelas pekerja adalah fondasi utama pembangunan. Tapi nyatanya, kami terus dijadikan korban sistem. Outsourcing, kerja kontrak, dan fleksibilitas kerja hanya jadi kedok untuk menindas buruh,” tegasnya.

Mereka menuding Undang-Undang Cipta Kerja sebagai biang kerok dari merosotnya kesejahteraan buruh

Potret Aksi Demonstrasi di Halaman Kantor Gubernur kaltim dalam Rangka Peringatan Hari buruh Internasional/Irwan-Arusbawah.co

 

Dalam siaran pers mereka, disebutkan bahwa upah riil mengalami penurunan tajam pasca pandemi. 

Berdasarkan data dari Celios, pertumbuhan upah buruh stagnan, sementara harga kebutuhan hidup terus meningkat.

Lebih jauh, mereka menyoroti ketimpangan kekayaan yang semakin tajam. 

“50 orang terkaya di Indonesia punya kekayaan setara 50 juta penduduk. Sementara buruh dipaksa bertahan dengan upah minimum, tanpa jaminan kerja, tanpa jaminan sosial,” kata Iqbal. 

“Ini bukan lagi persoalan ekonomi, ini ketidakadilan struktural.” lanjutnya.

Tak hanya itu, pelemahan sektor manufaktur khususnya tekstil, garmen, dan alas kaki menurut mereka menyebabkan ribuan buruh kehilangan pekerjaan. 

Data yang mereka himpun menunjukkan 78 ribu pekerja telah di-PHK sepanjang 2024, dan angkanya diprediksi naik pada 2025.

Unjuk rasa ini juga membawa 20 poin tuntutan. 

Di antaranya cabut UU Cipta Kerja, sahkan RUU PPRT dan RUU Masyarakat Adat, nasionalisasi aset strategis, serta wujudkan pendidikan gratis dan inklusif. 

Buruh bukan sekadar alat produksi. Buruh punya martabat yang harus dijaga negara,” tegasnya.

Salah satu isu yang disorot tajam adalah sistem kerja fleksibel yang marak diterapkan di sektor industri. 

“Lihat di Morowali, buruh kerja sampai belasan jam, tapi tidak ada jaminan keselamatan kerja. Mereka dibayar murah, tanpa perlindungan hukum. Ini sistem kerja paksa gaya baru,” ungkap Iqbal.

Lokasi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur dipilih bukan tanpa alasan. 

Menurut mereka, gubernur adalah pemegang kuasa tertinggi di daerah, dan harusnya menjadi perpanjangan tangan rakyat, bukan korporasi. 

“Kami membawa aspirasi buruh dari banyak sektor, kami ingin Pak Gubernur hadir dan mendengar,” tegas Iqbal.

Ia menyebut aksi ini baru awal dari rangkaian panjang perlawanan. 

“Hari ini pencerdasan, besok diskusi publik, 21 Mei kita peringati Reformasi, dan 31 Mei kita nilai 100 hari kerja gubernur. Ini tidak berhenti sampai tuntutan kami dijawab,” lanjut Iqbal.

Unjuk rasa berlangsung damai, namun dijaga ketat aparat keamanan. 

Para peserta aksi berharap tidak ada represivitas dalam menyampaikan pendapat. 

“Jangan bungkam suara rakyat. Jurnalis, mahasiswa, dan buruh harus dilindungi,” pungkasnya.

(wan)

Ads Arusbawah.co

 

Tag

MORE